Nama : Dani Hamdani
NPM : 16209229
Kelas : 4EA08
Etika Bisnis
NPM : 16209229
Kelas : 4EA08
Etika Bisnis
GCG di Indonesia
Apa itu GCG? GCG sendiri ternyata tidak memiliki definisi tunggal, menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholderskhususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Pada umumnya Good Corporate Govenernance atau sistem tata kelola perusahaan menjadi landasan bagi setiap BUMN agar dapat menjalankan perusahaan dengan baik dan benar sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dengan melaksanakan GCG yang tepat, Perusahaan dapat dengan bijak melaksanakan tanggungjawab sosialnya.
Dalam Permen BUMN No. Per-01/MBU/2011, dikatakan bahwa, tujuan penerapan GCG adalah :
1. Mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing.
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, efisien, dan efektif , serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ BUMN.
3. Mendorong agar BUMN dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan, serta tanggungjawab sosial BUMN terhadap pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam pembangunan nasional.
5. Menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi nasional.
Manajemen berkeyakinan bahwa pengelolaan Perusahaan secara sehat merupakan bagian dari upaya yang harus dilaksanakan untuk menjaga keberlangsungan usaha. Pengelolaan secara sehat tersebut merujuk pada best practices serta prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance, GCG)
Perusahaan telah melaksanakan penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan dan memandang GCG sebagai suatu proses terstruktur yang diterapkan untuk melangsungkan dan mengelola Perusahaan melalui prinsip-prinsip: Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Kemandirian dan Kewajaran.
Pada tahun 1999, kita melihat negara-negara di Asia Timur yang sama-sama terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia. Harus dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antarnegara, melainkan antarkorporat di negaranegara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih atau tetap terpuruknya perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-masing (Moeljono, 2005).
Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar. Dalam bahasa khusus, korporat kita belum menjalankan governansi (Moeljono). Survey dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki indeks corporate governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh di bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72) dan Thailand (4,89). Rendahnya kualitas GCG korporasi-korporasi diIndonesia ditengarai menjadi kejatuhan perusahaanperusahaan tersebut.
Perhatian terhadap corporate governance terutama juga dipicu oleh skandal spektakuler seperti, Enron, Worldcom, Tyco, London & Commonwealth, Poly Peck, Maxwell, dan lain-lain. Keruntuhan perusahaan-perusahaan publik tersebut dikarenakan oleh kegagalan strategi maupun praktek curang dari manajemen puncak yang berlangsung tanpa terdeteksi dalam waktu yang cukup lama karena lemahnya pengawasan yang independen oleh corporate boards.
Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan. Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).
Tahap Persiapan terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness building, 2) GCG assessment, dan 3) GCG manual building.
Tahap Persiapan terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness building, 2) GCG assessment, dan 3) GCG manual building.
Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok. GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah
yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan kata lain, GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspekaspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya. GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG assessment dilakukan.
yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan kata lain, GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspekaspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya. GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG assessment dilakukan.
Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG dapat disusun.
PENERAPAN GCG DI INDONESIA
Krisis ekonomi yang menghantam Asia telah berlalu lebih dari delapan tahun. Krisis ini ternyata berdampak luas teutama dalam merontokkan rezimrezim politik yang berkuasa di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara yang diawal tahun 1990-an dipandang sebagai “the Asian tiger”, harus mengakui bahwa pondasi ekonomi mereka rapuh, yang pada akhirnya merambah pada krisis politik. Setelah delapan tahun, sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang dapat melihat pertumbuhan kembali Negara-negara yang amat terpukul oleh krisis
tersebut. Korea Selatan yang pernah terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih.
tersebut. Korea Selatan yang pernah terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih.
Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak memadainya pengawasan oleh para kreditor. Tantangan terkini yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas prinsip-prinsip dan praktek good corporate governance oleh kumunitas bisnis dan publik pada umumnya (Daniri, 2005).
Laporan tentang GCG oleh CLSA (2003), menempatkan Indonesia di urutan terbawah dengan
skor 1,5 untuk masalah penegakan hukum, 2,5 untuk mekanisme institusional dan budaya corporate governance, dan dengan total 3,2. Meskipun skor Indonesia di tahun 2004 lebih baik dibandingkan dengan 2003, kenyataannya, Indonesia masih tetap berada di urutan terbawah di antara Negara-negara Asia. Faktor-faktor penyebab rendahnya kinerja Indonesia adalah penegakan hukum dan budaya corporate governance yang masih berada di titik paling rendah di antara Negara-negara lain yang sedang tumbuh di Asia. Penilaian yang dilakukan oleh CLSA didasarkan pada faktor eksternal dengan bobot 60% dibandingkan faktor internal yang hanya diberi bobot 40% saja. Fakta ini menunjukkan bahwa implementasi GCG di Indonesia membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan penegakan yang lebih nyata lagi.
skor 1,5 untuk masalah penegakan hukum, 2,5 untuk mekanisme institusional dan budaya corporate governance, dan dengan total 3,2. Meskipun skor Indonesia di tahun 2004 lebih baik dibandingkan dengan 2003, kenyataannya, Indonesia masih tetap berada di urutan terbawah di antara Negara-negara Asia. Faktor-faktor penyebab rendahnya kinerja Indonesia adalah penegakan hukum dan budaya corporate governance yang masih berada di titik paling rendah di antara Negara-negara lain yang sedang tumbuh di Asia. Penilaian yang dilakukan oleh CLSA didasarkan pada faktor eksternal dengan bobot 60% dibandingkan faktor internal yang hanya diberi bobot 40% saja. Fakta ini menunjukkan bahwa implementasi GCG di Indonesia membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan penegakan yang lebih nyata lagi.
IMPLEMENTASI GCG
Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG diIndonesia (BP BUMN, 1999) yakni, menetapkan kebijakan nasional, menyempurnakan kerangka nasional dan membangun inisiatif sektor swasta. Terkait dengan kerangka regulasi, Bapepam bersama dengan self-regulated organization (SRO) yang didukung oleh Bank Dunia dan ADB telah menghasilkan beberap proyek GCG seperti JSX Pilot project, ACORN, ASEM, dan ROSC. Pada umumnya terdapat beberapa capaian yang terkait dengan implementasi GCG seperti diberlakukannya undang-undang tentang Bank Indonesia di tahun 1998, undang-undang anti korupsi tahun 1999, dan undang-undang BUMN, serta privatisasi BUMN tahun 2003.
Bergulirnya reformasi corporate governance masih menyisakan hal-hal strategis yang harus dikaji, seperti kesesuaian dan sinkronisasi berbagai peraturan perundangan yang terkait. Inisiatif di sektor swasta terlihat pda aktivitas organisasi-organisasi corporate governance dalam bentuk upaya-upaya sosialisasi, pendidikan, pelatihan, pembuatan rating, penelitian, dan advokasi. Pendatang baru di antara organisasi-organisasi ini adalah IKAI dan LAPPI. IKAI adalah asosiasi untuk para anggota komite audit, sedangkan LAPPI (lembaga advokasi, proxi, dan perlindungan investor) pada dasarnya berbagi pengalaman dalam shareholders activism, dengan misi utama melindungi kepentingan para pemegang saham minoritas. Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan turut berpartisipasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar